Selasa, 26 November 2013

TULISAN 4



HAK UNTUK MENDAPATKAN PEKERJAAN

Mengacu pada pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.   Pasal tersebut juga dapat diterjemahkan bahwa sebenarnya seluruh warga negara Indonesia tidak berkeinginan menjadi pengangguran dan juga tidak kepingin menjadi orang miskin.
Pada hakekatnya mengandung makna bahwa setiap warga negara yang akan menggunakan haknya untuk mendapatkan pekerjaan harus diberikan perlindungan dalam rangka mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual.
Setiap warga negara Indonesia yang bermaksud mendapatkan pekerjaan didalam maupun di luar negeri, baik pekerjaan formal maupun pekerjaan informal disebut Pencari Kerja. Pemenuhan hak untuk mendapatkan pekerjaan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, dapat dilakukan oleh setiap warga negara secara perorangan maupun kelompok.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan, keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan konprehensif antara lain mencakup tentang pelayanan penempatan tenaga kerja, perluasan kesempatan kerja dan hubungan industrial.
Terkait dengan pelayanan penempatan kepada pencari kerja ( tenaga kerja ) maka pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam upaya perluasan kesempatan kerja dan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal serta penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Merujuk pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dilaksanakan secara terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Selain itu penempatan tenaga kerja diupayakan sesuai antara kompetensi tenaga kerja dengan kualifikasi jabatan yang ada.
Dalam pelaksanaan pelayanan penempatan kerja bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur – unsur pencari kerja, lowongan kerja, informasi pasar kerja, mekanisme antar kerja dan kelembagaan antar kerja, walaupun dalam implementasinya unsur-unsur tersebut dapat dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan tenaga kerja.

KELEMBAGAAN ANTAR KERJA
Sejak tahun 1990 pemerintah telah melakukan regulasi dibidang penempatan tenaga kerja, terutama lembaga pelayanan penempatan kerja, yang sebelumnya kegiatan penempatan dilakukan hanya oleh pemerintah, bentuk regulasi tersebut dengan mengajak peran serta masyarakat untuk bersama-sama menangani permasalahan penempatan yang semakin komplek, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat pencari kerja dan pengguna tenaga kerja. Lembaga pelaksana penempatan kerja berperan dalam melaksanakan fungsi-fungsi antar kerja yakni memberikan pelayanan informasi pasar kerja, penyuluhan dan bimbingan jabatan serta pelayanan perantaraan kerja yang semua fungsi tersebut termaktub dalam unsur-unsur pelayanan penempatan kerja yang saling berkait.
Sesuai dengan pasal 37 ayat 1 UU Nomor 13 tahun 2003 yang dijabarkan lebih lanjut dengan Permenakertrans RI dan Permenakertrans RI Nomor : Per. 07/Men/IV/2008 Tentang Penempatan Tenaga Kerja, bahwa pelaksana penempatan terdiri dari :
1.     Instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, artinya disini adalah Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten / Kota yang membidangi ketenagakerjaan.
2.     Lembaga Swasta berbadan hukum, bentuk Perseroan Terbatas, Koperasi atau lembaga pelatihan kerja, lembaga tersebut meliputi.
a.      Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang mempunyai kewenangan untuk menempatan tenaga kerja ke luar negeri.
b.     Lembaga Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Swasta ( LPTKS) terbagi dalam 3 (tiga) kewenangan penempatan yakni :
a.a.  LPTKS Antar Kerja Antar Daerah yang ijin operasionalnya dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, mempunyai kewenangan penempatan lintas provinsi di NKRI;
b.b. LPTKS Antar Kerja Antar Lokal yang ijin operasionalnya dari Gubernur / Dinas yang membidangi ketenagakerjaan provinsi, mempunyai kewenangan penempatan regional satu provinsi / lintas kabupaten / kota;
c.c.  LPTKS Antar Kerja Antar Daerah yang ijin operasionalnya dari Bupati/Walikota / Dinas yang membidangi ketenagakerjaan Kab/Kota, mempunyai kewenangan penempatan terbatas wilayah kerja kab / kota yang bersangkutan.
3.  Bursa Kerja  Khusus (BKK), lembaga ini berada di Sekolah Menengah Kejuruan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Pelatihan Kerja.  Lembaga tersebut mempunyai kewenangan untuk menyalurkan dan menempatan pencari kerja bagi alumninya.


BENTUK PERLINDUNGAN (NORMATIF)YANG WAJIB DIPENUHI:
Disebutkan dalam pasal 35 ayat 2  UU Nomor 13 tahun 2003, bahwa Pelaksana Penempatan tenaga kerja dalam memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja wajib memberikan perlindungan kepada pencari kerja / tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan, bentuk perlidungan tersebut antara lain :
1.     Sesuai dengan asas terbuka bahwa pencari kerja berhak diberikan informasi yang benar,  jelas dan bertanggung jawab yang mencakup jenis pekerjaan, upah yang akan diterima, jam kerja / waktu kerja, tempat kerja, hal ini untuk menghidari terjadinya perselisihan setelah pencari kerja ditempatkan;
2.     Pencari kerja bebas memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan, dan memperoleh penghasilan yang layak, mengandung makna bahwa pencari kerja tidak dibenarkan untuk dipaksa menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan minatnya, demikian juga pihak pengguna juga tidak boleh dipaksa menerima tenaga kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
3.     Pemberi kerja dalam menawarkan pekerjaan yang sesuai / cocok kepada pencari kerja / tenaga kerja harus obyektif, dan harus memperhatikan kepentingan umum.
4.     Pelayanan penempatan tenaga kerja harus adil dan setara artinya penempatan didasarkan pada kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, aliran,  status, dan golongan (diskriminasi).
5.     Bentuk perlindungan lain yang sangat penting antara lain :
a.      Mengadministrasikan, menyimpan data pencari kerja dan memberikan data tersebut kepada pihak-pihak yang diperbolehkan, misal data diberikan kepada calon pengguna tenaga kerja / lembaga penyalur untuk kepentingan seleksi.
b.     Perjanjian Penempatan (PP) yang ditanda tangani oleh pencari kerja, dan lembaga pelaksana penempatan swasta yang diketahui oleh Dinas yang membidangi ketenagakerjaan, dokumen berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak serta tata cara melaksanakan kerja. Dokumen tersebut sangat diperlukan guna menjamin kepastian hukum bagi masing-masing pihak karena ada pasal tentang jangka waktu kapan harus ditempatkan. PP tersebut dibuat setelah pencari kerja dinyatakan lulus seleksi.
c.     Perjanjian Kerja  (PK) yang dibuat secara tertulis atau lisan, PK yang dibuat secara tertulis, sekurang kurangnya memuat identitas perusahaan dan tenaga kerja, jabatan, tempat kerja, upah, cara membayar, syarat-syarat kerja ( hak dan kewajiban pengguna dan tenaga kerja ), mulai kerja, jangka waktu, tempat dan tanggal PK dibuat dan tanda tangan masing-masing pihak. Perjanjian Kerja yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
d.     Mengikutsertakan tenaga kerja dalam Program Jaminan asuransi tenaga kerja.


PERMASALAHAN
Mencermati pelayanan antar kerja yang seharusnya setiap pencari kerja mendapatkan hak-hak normatif sesuai ketentuan yang ada, nampaknya belum sepenuhnya diberikan oleh seluruh pelaksana penempatan kerja yang ada, bahkan terdapat oknum lembaga penempatan swasta yang kurang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja, masih ditemukan praktek-praktek yang merugikan pencari kerja, misal : pelayanan ala kadarnya, dipungut biaya, ditipu,  diperas dan diperdagangkan (trafiking).
Permasalahan lain yang dihadapi lembaga pelaksana penempatan antara lain sumber daya manusia yang kurang profesional karena belum terlatih dan belum berpengalaman, dan ada indikasi dalam pelayanan cenderung hanya mengedepankan unsur bisnisnya dari pada unsur sosialnya. Pelayanan yang buruk juga disumbang kareana sarana dan prasarana yang kurang memadai, yang seharusnya dalam membentuk lembaga penempatan kerja harus ada standar minimal yang harus disiapkan oleh calon lembaga tersebut sebelum mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang, misal bangunan untuk kantor harus didesain layaknya kantor pelayanan antar kerja, yang minimal harus ada ruang tunggu, ruang pendaftaran / wawancara, ruang penyuluhan / seleksi, tempat penyimpanan dokumen dll.
Sebenarnya sitem pelayanan penempatan kerja kepada pencari kerja sudah baik, namun implementasinya yang belum maksimal. Sesuai ketentuan bahwa pelayanan penempatan seharusnya sudah menggunakan Sistem On Line, namum kenyataannya baru beberapa instansi pemerintah saja yang ada. Dipihak pencari kerja ada kalanya merasa enggan dengan pelayanan yang diberikan oleh lembaga pelayanan kerja, yang terlalu berbelit-belit dan cukup lama untuk dapat ditempatkan, sehingga memutuskan mencari pekerjaan dengan caranya sendiri dan bahkan tidak sedikit yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Pendapat ini sebenarnya tidak terlalu benar, karena dari aspek perlindungan biasanya kurang terjamin.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Stake holder terkait bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota secara terpadu dan terkoordinasi, lebih mengintensifkan kegiatan pembinaan dan pengawasan ke lembaga-lembaga penempatan kerja secara kontinyu, sehingga permasalahan yang sering muncul akan berkurang. Perlu tindakan tegas berupa sanksi hukum  kepada lembaga penempatan yang memberikan pelayanan penempatan kepada pencari kerja yang tidak sesuai dengan normatif yang ada. Dalam penerbitan ijin pendirian lembaga penempatan kerja perlu diperketat, dilakukan akreditasi yang cermat sesuai standar yang telah dibakukan.
Bentuk pembinaan terhadap lembaga penempatan kerja mencakup bidang informasi, sumber daya manusia, perlindungan, proses pelayanan penempatan, sarana dan prasarana serta keseuaian penempatan antara pencari kerja dengan job yang ada.
DAMPAK HUKUM
Kita sepakati bersama bahwa setiap kewajiban atau keharusan dalam suatu peraturan perundangan akan berdampak hukum atau sanksi akibat tidak dipenuhinya atau dilanggarnya kewajiban tersebut. Sesuai dengan pasal 186 ayat 1 barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam  pasal 35 ayat 2  UU Nomor 13 tahun 2003, apabila Pelaksana Penempatan tenaga kerja  tidak memberikan perlindungan kepada pencari kerja / tenaga kerja sejak rekrutmen sampai dengan penempatan, maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).  Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana pelanggaran artinya lembaga peradilan dapat menerapkan salah satu sanksi tersebut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar