ETIKA
BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS
SEMINAR PENULISAN ILMIAH
Diajukan
guna melengkapi syarat-syarat untuk mencapai
gelar setara Sarjana Muda Jurusan Manajemen
jenjang Strata Satu
Fakultas
Ekonomi Universitas Gunadarma
Nama :
Ilham Firmansyah
NPM :
13210430
Jenjang / Jurusan : S1 / Manajemen
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
ABSTRAK
Ilham firmansyah 13210430
Kata Kunci : Bisnis, Ekonomi
Suatu bisnis diciptakan untuk
menyediakan produk atau jasa kepada pelangan, jika bisnis tersebut dapat
melakukan operasinya secara efektif, maka pemilik bisnis tersebut dapat
melakukan operasinya secara efektif, maka pemilik bisnis itu akan memperoleh
tingkat pengembalian yang wajar atau investasi mereka di perusahaan. Selain
itu, bisnis tersebut juga menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian,
bisnis dapat memberi keuntungan bagi masyarakat dalam berbagai cara. Selain ide
bisnis dan pengembangannya, etika bisnis dan tanggung jawab sosial merupakan
salah satu aspek penting dalam menjalankan bisnis. Di masa kini pebisnis kita
memang melakukan kegiatan usaha di tengah pasar global dan ekonomi
bebas. Oleh sebab itu, bertumbuh kehidupan kapitalis dan modern. Meluasnya
pengaruh nilai-nilai budaya asing yang secara bertahap, kita khawatirkan, dapat
menggeser nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui pengembangan ide bisnis dan pengembangannya, mengetahui
etika bisnis dan tanggung jawab sosial, dan mengetahui pengaruh kondisi ekonomi
dan kondisi lingkungan industri terhadap suatu bisnis. Kesimpulan Katering
Nitani telah menciptakan ide bisnis, merencanakan, dan
mengembangkannya dengan menunjukan berbagai keunggulan yang dimiliki seperti
citarasa masakan dan keramahan karyawan. Tak lupa, katering Nitani juga telah
menerapkan etika bisnis seperti tanggung jawab kepada konsumen dan tanggung
jawab pada karyawan. Lokasi kondisi Ekonomi dan Industri katering Nitani adalah
kelas menengah keatas sehingga mendukung perkembangan bisnis tersebut.
BAB
1
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan jaman
yang semakin maju serta laju perekonomian dunia yang semakin cepat, dan
diberlakukannya sistem perdagangan bebas sehingga batas kita dan batas dunia
akan semakin “kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan
saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan
keuntungan (profit). Kadangkala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan
tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang
dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku
bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya
agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu
kita pertanyakan bagai mana jadinya jika pelaku bisnis dihinggapi kehendak
saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda.
Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis.
Sebenarnya, keberadaan etika bisnis
tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan “remeh” seperti, “Saya belanja Rp 50.000
tapi cuma ditagih Rp 45.000. Perlu nggak saya lapor?”, atau, “Bisakah saya
melakukan tindakan tidak etis/melanggar hukum untuk meningkatkan kinerja divisi
saya?”, atau, “Should I accept this gift or bribe that is being given to me to
close a big deal for the company
Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.
Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi.
Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.
Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul
University di tahun 1997, menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen
korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja
finansial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan
lain yang tidak melakukan hal serupa.
B. PENGERTIAN
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ Ethos” yang
berarti adat, akhlak, waktu perasaan, sikap dan cara berfikir atau
adat-istiadat. Etik adalah suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan
pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Etika adalah tuntutan mengenai
perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan suatu jenis kegiatan
manusia. Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis
yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah
cara-carauntuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yangberkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil
(fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantungpada
kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
C. KEPENTINGAN ETIKA DALAM BISNIS
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan
terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang
kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan
nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang
kokoh.Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik,
sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal
serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika
perusahaan akan selalu menguntungkan erusahaan baik untuk jangka menengah
maupun jangka panjang karena :
1. Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2. Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
3. Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
4. Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing
tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra
produktif,misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan
beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada
umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula,
terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang
berkualitas adalah aset yang paling. berharga bagi perusahaan oleh karena itu
semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Memang benar. Kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhi oleh orang-orang jujur, berhati mulia, dan bebas dari akal bulus serta kecurangan/manipulasi. Tetapi sungguh, tidak ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan etika dan aspek spiritual. Biarlah pemerintah melakukan pengawasan, biarlah masyarakat memberikan penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja dengan sendirinya.
Memang benar. Kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhi oleh orang-orang jujur, berhati mulia, dan bebas dari akal bulus serta kecurangan/manipulasi. Tetapi sungguh, tidak ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan etika dan aspek spiritual. Biarlah pemerintah melakukan pengawasan, biarlah masyarakat memberikan penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja dengan sendirinya.
D. MEMBANGUN ETIKA BISNIS DAN BISNIS YANG BERETIKA
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu
kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada
suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan
dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh
orang-orang yang berada dalam Kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan
menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan
menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi
pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan
dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini
jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk Memperoleh
keuntungan besar
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undanganHal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
E. TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS
Saat ini perusahaan dihadapkan pada paradigma yang relatif
masih baru di Indonesia, yaitu paradigma yang melihat antara pihak perusahaan
dan masyarakat bukanlah dua pihak yang berbeda dan bertolak belakang, namun
merupakan bagian yang tak terpisahkan.
Fakta masyarakat ada realita kontradiktif, dimana di satu
pihak ada perusahaan besar yang aktivitas usahanya banyak diwarnai dengan
konflik sosial, tetapi di sisi lain ada perusahaan besar yang berkinerja baik
tanpa harus mengalami konflik sosial. Kondisi yang demikian diduga sangat
dipengaruhi oleh derajat perilaku etis perusahaan, yang diwujudkannya melalui
kadar tanggung jawab sosial perusahaan.
Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan yang saling timbal balik dengan institusi lain. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan.
Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan yang saling timbal balik dengan institusi lain. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan.
F. KESIMPULAN
Etika dalam berbisnis adalah mutlak dilakukan. Maju mundurnya
bisnis yang dijalankan adalah tergantung dari pelaku bisnis itu sendiri. Apa
yang dia perbuat dengan konsekuensi apa yang akan dia peroleh sudah sangat
jelas.
Pebisnis yang menjunjung tinggi nilai etika akan mendapat point reward terhadap apa yang telah dia lakukan. Kemajuan perusahaan, kepercayaan pelanggan, profit yang terus meningkat, pangsa pasar terus meluas, merupakan dambaan bagi setiap pebisnis dan ini akan diperoleh dengan menjungjung tinggi nilai etika.
Sebaliknya, pelanggaran etika yang sedikit saja bias menyebabkan kondisi berbalik 180 derajat dalam waktu sekejap. Kehilangan pelanggan, deficit keuangan sampai ditutupnya perusahaan dengan jumlah utang serta kerugian yang menggunung merupakan punishment dari pelanggaran etika.
Pebisnis yang menjunjung tinggi nilai etika akan mendapat point reward terhadap apa yang telah dia lakukan. Kemajuan perusahaan, kepercayaan pelanggan, profit yang terus meningkat, pangsa pasar terus meluas, merupakan dambaan bagi setiap pebisnis dan ini akan diperoleh dengan menjungjung tinggi nilai etika.
Sebaliknya, pelanggaran etika yang sedikit saja bias menyebabkan kondisi berbalik 180 derajat dalam waktu sekejap. Kehilangan pelanggan, deficit keuangan sampai ditutupnya perusahaan dengan jumlah utang serta kerugian yang menggunung merupakan punishment dari pelanggaran etika.
Terakhir, kita sebagai akademisi yang merupakan calon dari
pebisnis, baik itu yang menjalankan bisnis pribadi ataupun yang menjalankan
bisnis orang lain tinggal menentukan pilihan apakah bisnis dengan etika atau
bisnis tanpa etika.
G. DAFTAR PUSTAKA
G. DAFTAR PUSTAKA
· Hanungbayu, (2008). “Optimalisasi
Penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dengan Menggunakan Metode Value
Chain Management “. /www.hanungbayu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar